Pemerintahan Amerika Serikat (AS) dilaporkan masih belum satu suara terkait pemberlakuan larangan ekspor teknologi untuk vendor ponsel Honor, sub-brand Huawei yang kini berdiri independen.
Beberapa tahun lalu Huawei dimasukkan pemerintah AS ke dalam daftar hitam mereka yang menyebabkan Huawei tidak bisa membeli produk semikonduktor dan perangkat lunak Google (teknologi AS) untuk membuat ponsel pintar. Padahal, Huawei merupakan salah satu pembeli terbesar produk semikonduktor AS.
Pemerintahan Trump (saat itu) menyebut bahwa Huawei dapat menjadi ancaman keamanan nasional. Dorongan agresif Huawei ke pasar peralatan telekomunikasi 5G global diklaim dapat dimanfaatkan pemerintah Cina untuk memata-matai atau mengganggu komunikasi negara yang mengadopsi perangkat Huawei.
Karena daftar hitam itu, Huawei berangsur kesulitan untuk mendapatkan pasokan teknologi, termasuk untuk membesarkan Honor. Oleh karena itu, Huawei menjual sub-brand miliknya ke Shenzhen Zhixin New Information Technologi Co., sebuah perusahaan yang kabarnya dibentuk oleh dua investor yang didukung oleh pemerintahan Cina. Sejumlah eksekutif dan insinyur Huawei dilaporkan bergabung dengan perusahaan yang kini menjadi independen dari Huawei.
Segera setelah penjualan tersebut, beberapa perusahaan AS membuat kesepakatan untuk menjual chip ke Honor. Qualcomm, misalnya, menjual chipset dengan teknologi 5G untuk ponsel terbaru mereka. Hal itu menimbulkan kecurigaan bahwa Honor dapat menyelundupkan teknologi AS ke mantan perusahaan induk mereka, Huawei.
Melansir The Washington Post, badan-badan keamanan dan perdagangan di Amerika Serikat berbeda pendapat terkait status perusahaan itu. Salah satu pihak bersikeras bahwa Honor seharusnya masuk ke dalam daftar hitam AS dan membuat perusahaan-perusahaan AS tidak dapat bertransaksi dengan mereka.
Namun, pihak lainnya menentang anggapan tersebut dengan alasan bahwa bisnis Honor bukanlah merupakan ancaman signifikan bagi Amerika Serikat.
Jika masih menemui jalan buntu, permasalahan ini dapat dieskalasi ke tingkat kabinet pemerintahan. Apabila masih belum menemukan solusi, maka Presiden Biden akan membuat keputusan akhir terkait hal tersebut.